Contoh Jurnalistik Sastra (Bersepaian Tanah)
Kala sang surya menyiramkan kilau merah saga ke segenap alam raya,
saat itulah Wega merasakan betapa eloknya kekuasaan Tuhan yang mengadakan
semuanya. Entah mimpi apa yang Wega endapkan hingga ia berfikir, “Sekiranya
matahari senantiasa terlambat bangun seperti diriku tentu kiamat semakin
terlihat nyata.
Sekiranya tumbuhan terlambat mengolah hasil hembusan nafasku ,
tentu serasa tercekik aku di ruang terbuka. Sekiranya angin terlambat menyeka
wajah dunia, entah bagaimana awan bisa menyemaikan hujan dengan rata”.Megahnya
alam raya dengan segala keteraturannya tertuang dengan lembut dalam rekahan
hatinya. Peti pikiranya terbuka dan ia merasa ringan untuk menjalani hari ini
demi menuntaskan tugas akhirnya.
Ia yakin ia pasti tidak lagi terlambat untuk menanggalkan jas
almamaternya di semester ini, tentu Wega menyadari jikalau ia ingin hengkang
dari kampus mewahnya, keseriusan dibutuhkan dalam segala geraknya.
Kegigihan
untuk menyelesaikan kata demi kata dalam revisinya, membuka mata untuk beberapa
waktu yang lama, demi melawan cahaya monitor yang terus menyorotinya, dan
aktivitas lain yang membutuhkan tetes demi tetes keringatnya.
Untuk kesekian
kalinya ia harus duduk terengah-enggah setelah memacu motornya untuk mengejar
tanda tangan dosen pengujinya. Wega memesan es sambil menatap ke arah jalan
raya.Dari pandangannya tertangkap sesosok laki-laki berumuran setengahsenja
yang sedang mencangkul lubang CCTV yang di pinggir jalan.Wega semakin penasaran
dengan lelaki tadi lantaran warna kulitnya putih dan wajahnya bersih serta
pakaiannya bagus, seolah bukan menunjukkan seorang kuli jalanan.
Bertepatan surutnya minuman yang sudah diminumnya terdengar
lantunan adzan dari Masjid Al Hidayah yang terletak di gang 10 tersebut.Ia pun
sekali lagi melihat pemandangan yang menarik di seberang jalan, Bapak berkulit
putih yang bekerja tadi mengahiri gerakannya untuk mengayunkan cangkulnya. Ia
pun bangkit lalu menghampiri satu demi satu kuli yang ada di sana, seolah
mengajak mereka untuk menuju tempat mulia itu, Masjid Al Hidayah.
Beberapa
orang mengikuti langkah beliau menuju teras masjid.Wega pun turut menuju masjid
sembari membuntutinya dari belakang denganmotornya.
“Pak..”. Wega tersenyum sambil mengangukkan kepala.
“Oh iya mas, mari saya mandi dulu”. Bapak berkulit putih itupun membalas
senyuman Wega.
“Oh iya, silahkan Pak”.
Seiringdengan mengalirnya waktusholat dhuhur pun berahir. danorang – oraang yang penasaran menunggu Bapak tadi untuk di luar diajak
bincang-bincang. Dan beliaupun akhirnya keluar lalu langsung disambut oleh Wega.
“Maaf Pak saya Wega, lagi istirahat kerja ya Pak?”
“Iya mas, saya Bapak Firdaus”
***
Firdaus adalah seorang penjual sayur keliling,
Meskipun hanya pekerjaan seperti ini,tapi
dia tetap bersyukur karena sampai saat ini dia masih dapat menghidupi
istrinya Isma dan putrinya Shafa yang baru berusia tujuh tahun. Sembilan tahun
yang lalu keluarga nya bisa di katakan berkecukupan dalam ekonomi.Dia memiliki
tiga toko sayuran dan dua toko sembako di pasar daerah tempatnya tinggal dengan sembilan belas pegawai yang
bekerja membantunya.
Namun seiring waktu berjalan,ternyata Allah memiliki
rencana yang begitu indah untuk keluargnya.Mungkin karena Allah ingin dia lebih
dekat dengannya hingga Allah menggambil nikmat yang pernah Allah titipkan pada nya.
Allah mengambil nikmat yang dia peroleh berupa
nikmat sehat .Ya,setelah menikah dia menekuni pekerjaan yang telah dia jalani
sebelumnya, dengan tiga toko sayuran dan dua toko sembako yang di miliki.
Satu
tahun kemudian dia di karuniai seorang putri,selang dua tahun barullah Allah
mencabut perlahan-lahan nikmat sehat dari dirinya hingga usaha toko-toko miliknya
juga ikut meninggalkan satu persatu untuk biaya pengobatannya. Sekuat tenaga ikhtiar dan do’a di
jalankan mulai dari obat herbal dan tidak lupa tentunya memohon dan meminta
kesembuhan kepada-Nya. Namun Allah sepertinya ingin dia tetap
bersabar atas ujian yang Ia berikankepadanya.
Sakit yang di derita olehnya dari
hari ke hari semakin menjadi.Kesehatanya menurun drastis. Selalu terlihat rasa
kesakitanya namun selalu ia sembunyikan dari istri dan putrinya.
Disinilah Allah menambahkan ujian-Nya kepada keluarga mereka.
Istrinya memaksa untuk kembali memeriksakan penyakitnya ke rumah sakit yang setelah
sebelumnya penolakan selalu keluar dari ucapanya. Ia selalu meyakinkan istrinya bahwa keadaanya baik-baik saja , dia selalu mengatakan bahwa dirinya hanya merasakan sakit magh biasa, dikarenakandirinya hanya telat makan saja. Namun istrinya selalu tidak tega bila ia sedang merasakan kesakitanya. Hingga istrinya memutuskan untuk tetap membawanya ke rumah sakit.
Setelah pemeriksaan selesai. Dokter mengabarkan hasil yang ia
dapatkan dari penyakit yang di deritanya.
Ternyata selama ini bukan magh yang sedang di alaminya, melainkan penyakit ginjal-lah yang sedang dia derita.
Dokter meminta kepadanya agar segera
mengambil langkah untuk operasi secepatnya
agar kondisinya tidak semakin memburuk.
Dia kabarkan
berita ini pada istrinya,ada rasa sedih
ketika akan menyampaikan berita ini padanya. Namun rasa sedih itu tidak
terlihat dari wajah istrinya,ia tetap pada
wajahnya yang tersenyum memandangnya
saat dia
berbicara. Istrinya mencoba untuk tetap tegar
atas segalanya. Mungkin istrinya
tersenyum karena tidak ingin melihat dia bersedih akan
keadaan yang dialaminya.
Ada rasa cemas dan khawatir yang selalu menggelayuti hatinya
saat proses oprasi berlangsung.Dia sangat takut akan melayangnya roh dari jiwanya, perasaan gelisah yang selalu menghantui nya
saat itu. Dia peluk istri dan putrinya
erat-erat saat berada di ruang tunggu sebelum operasi.
Terdengar
suara adzan Ashar memanggil untuk segera menunaikan kewajiban saat itu. Dia beserta istri dan putrinya segera
berjalan menuju masjid dekat rumah sakit. Dalam do’a dia meminta
agar Allah memberikan keselamatan dan kesembuhan pada hidupnya.
Setelah melakukan sholat, dia langsung melaksanakan operasi. dan setelah lima belas hari di rawat di rumah sakit. Akhirnya dokter telah
mengizinkan dia untuk pulang ke rumah.Harapannya
setelah dia meninggalkan
rumah sakit ini yaitu agar diriku lekas
kembali sembuh seperti sedia kala.Tapi ada perkataan dari dokter yang saat itu
mematahkan semangatnya tuk kembali
sembuh seperti sebelumnya. Dokter menyatakan bahwa kerja ginjalnya akan
bergantung pada alat yang terpasang dalam tubunya.
Dan kemungkinan besar alat tersebut akan selamanya terpasang disana.
Dengan
bergulirnya waktu dia dan istrinya bisa melewati hal ini, meskipun dia
tidak bisa mendapatkan lagi apa yang telah dia miliki sebelumnya, namun dia
tetap bersyukur karena masih diberikan kesempatan untuk menjalani hidup bersama
dengan istri dan anaknya.
“Sudah lama ya Pak, kerja menggali lubang begitu”
“Oh ndak juga mas, saya cuma ngisi liburan semester ini saja,
ya sambil nyari ilmu”
“Loh berarti pekerjaan Bapak bukan penggali lubang
sebenarnya?.Mencari ilmu bagaimana toh Pak?”Tanya Wega dengan penasaran.
“Ya tidak mas, saya mengajar sekaligus merangkap kepala sekolah
dasar. Mas tau kan waktu menggali lubang CCTV itu juga harus masuk ke dalam
tanah, di sanalah saya menimba ilmu tentang kematian. Sebenarnya pendapatannya
tidak seberapa.Tapi ilmu yang saya dapat jauh sangat luar biasa.Ya dari pada
saya menggali lubang tidak jelas di rumah, mending saya membantu menggali
lubang sekaligus merasakan sedikit hikmah kematian”.
“Subhanallah, luar bisa Pak, jarang sekali saya melihat pejabat
yang seperti Bapak. Saya masih banyak dosa Pak, jadi ngeri kalau mengingat mati
itu”
“Biasa saja mas, saya juga awalnya ngeri kalau mengingat mati.Namun
yang saya rasakanternyata sangat nikmat mas.
Ketika mati kelak kita benar-benar
berpindah dari keadaan yang luas menjadi sempit, yang ramai menjadi sepi, yang
gerak menjadi diam, yang utuh menjadi remuk, yang bersama-sama menjadi
kesepian, yang terang jadi gulita, yang hangat jadi menggigil, yang wangi jadi
busuk, yang cerewet jadi bisu, yang cantik jadi buruk, yang kaya jadi miskin,
yang manis jadi hambar, yang tertawa bisa jadi menangis, yang berpangkat bisa
jadi dihujat, yang kuat jadi lemah, yang bersih jadi jijik, dan yang nyata akan
tinggal sejarah.” Begitulah Pak Firdaus merakit kata demi kata hingga air
matanya menggantung di bawah kelopak beliau.
Terlihat wajah Wega tertegun dalam seribu hikmah, seolah ia
menyelami galaksi dalam samudra cahaya. Ia bukan lagi mendengarkan kata-kata
Pak Firdaus, melainkan mencecapnya dalam dada yang dipenuhi rasa.
Imajinasinya
semakin liar menjelajahi frasa demi frasa.Ia membayangkan betapa Pak Firdaus
mengenal dengan jujur setiap apa yang ia ungkapkan dengan pemahaman beliau
ketika menggali dalam tanah. Dalam pikiran Wega, Pak Firdaus pasti sudah
merasakan sesaknya dalam tanah, risihnya berada di dalamnya, pengap udaranya,
dan beliau sudah bisa mengambarkan kematian yang nanti menantinya.Mengambarkan
berbaring beralaskan tanah, bertemankan cacing, dan berbaju putih tipis yang
tidak sulit ditembus air dan hewan yang siap menyantapnya.
Sekali lagi Pak Firdaus menuangkan kata demi kata ke dalam dada
Firdaus yang sudah basah dengan rasa tanah.
“Mas ketika tanah telah menyatu dengan kita, kita tidak lagi butuh
aneka minuman yang berasa, warna-warni makanan yang menghiasi lidah, salep
kecantikan yang ternama, laptop atau hand phone yang memukau mata, kendaraan
yang mengkilap harganya, atau bahkan wanita-wanita yang menghamburkan magnet
cintanya, kita kelak tidak butuh itu semua. Yang kita butuhkan hanya tiga saja.
Tiga hal inilah yang benar-benar berlaku di alam sana. Yang pertama pastinya
tingkah kita yang dengannya Allah ridho pada kita.Yang kedua ilmu-Nya yang kita
tuangkan hingga bermanfaat bagi sesama.Dan yang terahir buah hati kita yang
menjadi kekasih-Nya lalu mengalirkan doanya untuk kita.” Di akhir katanya Pak
Firdaus mengatakan, “Mas kematian itu pasti menghampiri kita tanpa memandang
jumlah usia kita, aktivitas kita, dan dimana saja tempatnya, maka mari kita
siapkan bersama”.
Wega dengan terbatah-batah menggetarkan pita suaranya, “Baik Pak..”
Pak Firdaus tersenyum dan berpamitan pada Wega.Keduanya berpelukan
erat layaknya hati yang saling memancarkan gravitasinya.Keduanya berpisah, Pak
Firdaus kembali ke tempat mengasah hati dan pikirannya dalam tanah lalu Wega
menuju tempat untuk mengembara dalam dunia maya.
Pada mulanya, Wega hanya ingin menyalin kajian yang disarankan
dosen penguji untuk revisi tugas akhirnya.Namun entah kenapa seolah
jari-jemarinya telah dikuasai oleh pikiran tentang akhir kehidupan.Ia pun
menelusuri ruang dunia maya yang lalu menemukan deretan hadist yang membuatnya
tertegun untuk ia selami. Ia pun segera mencetaknya dalam lembaran kertas untuk
ia tunjukkan ke Pak Firdaus, boleh jadi beliau belum pernah membacanya.
Untuk Bapak Firdaus, semoga kita bisa saling mengingatkan akan
eloknya mengingat mati. Saya lampirkan hadist berikut untuk kita renungkan
bersama :
Imam Ahmad telah meriwayatkan, demikian juga Abû Dawud dan Hâkim,
dari Barô’ bin ‘Âzib a ia berkata, “Suatu ketika kami keluar bersama Rosululloh
mengantarkan jenazah seorang lelaki dari Anshor. Begitu sampai di
pemakaman dan belum sempat pembuatan lahad terselesaikan, Rosululloh duduk dan
kami pun duduk di sekeliling beliau seolah-olah di atas kepala-kepala kami ada
burung.
Sementara itu di tangannya beliau memegang sebatang kayu untuk membuat titik
di tanah.Sejurus kemudian, Rosululloh mengangkat kepalanya lalu bersabda, “Mintalah perlindungan kepada Alloh dari siksa kubur…” beliau
mengucapkannya dua atau tiga kali.
Setelah itu beliau bersabda,“Sesungguhnya
seorang hamba yang beriman itu apabila telah meninggal dunia dan hendak menuju
akhirat maka malaikat-malaikat langit turun kepadanya. Wajah mereka putih
seperti matahari dengan membawa kain kafan dan hânût (minyak
jenazah) dari surga.
Lalu mereka duduk di dekatnya sejarak pandangan mata. Setelah
itu datanglah Malaikat Maut duduk di dekat kepalanya, ia berkata, “Wahai jiwa
yang tenang, keluarlah menuju ampunan dan keridhoan Alloh.
” Rosululloh
melanjutkan, “Maka nyawanya pun keluar seperti aliran air yang keluar
dari teko minum.
Lalu Malaikat Maut mengambilnya. Jika ia sudah mengambilnya, ia
tidak akan membiarkannya berada di tangannya sekejap mata pun sampai akhirnya
diambil oleh malaikat-malaikat langit dan mereka letakkan roh itu di kafan
dan hânût tadi.
Dari sana keluar aroma paling wangi yang pernah ada
di bumi. Kemudian mereka membawanya naik, tidaklah mereka melewati satu
kumpulan malaikat melainkan mereka berkata, “Aroma wangi apakah ini?” Mereka
menjawab, “Aroma Fulan bin Fulan.
” Mereka menyebutnya dengan namanya yang
terindah sewaktu di dunia.Hingga sampailah mereka di penghujung langit terbawah
(langit dunia), lalu mereka meminta izin untuk dibukakan pintu untuknya dan
dibukakan.Maka semua malaikat yang posisinya dekat dengan satu tingkatan langit
ikut mengantarkannya hingga langit berikutnya hingga sampai di langit ke tujuh.
Maka Alloh berfirman: “Tulislah catatan hamba-Ku ini di ‘Illiyyîn dan
kembalikan dia ke bumi.
Karena sesungguhnya Aku menciptakan manusia dari bumi,
di sana lah mereka akan Ku kembalikan dan dari sana pula lah mereka akan
kubangkitkan untuk kedua kalinya.”
Rosululloh melanjutkan, “Makanya
nyawanya pun dikembalikan (ke jasadnya), dan datanglah dua malaikat, mereka
berkata, “Siapa tuhanmu?” ia menjawab, “Tuhanku adalah Alloh.” “Apa agamamu?”
ia berkata, “Agamaku Islâm.
” Mereka berkata lagi, “Siapa lelaki yang diutus
kepada kalian ini?” ia menjawab, “Dia adalah utusan Alloh n?” Mereka bertanya
lagi, “Dari mana engkau mengetahui ilmunya?” ia menjawab, “Aku membaca kitab
Alloh kemudian aku mengimani dan membenarkannya.
” Maka berserulah penyeru dari
langit, “Hamba-Ku benar, bentangkanlah hamparan dari surga untuknya, berikan
pakaian surga untuknya, dan bukakan pintu menuju surga untuknya.”Maka datanglah
seorang lelaki yang elok rupanya, indah pakaiannya dan harum aromanya.
Lelaki
itu berkata, “Terimalah kabar gembira yang akan menyenangkanmu, ini lah hari
yang dulu dijanjikan kepadamu.”Ia bertanya, “Siapa kamu? Wajahmu adalah wajah
yang membawa kebaikan.
”Lelaki itu menjawab, “Aku adalah amal sholehmu.”Ia
berkata, “Robb, tegakkan hari kiamat. Robb, tegakkan hari kiamat.”
Rosululloh melanjutkan, “Adapun hamba yang kafir, apabila
ia meninggalkan dunia dan akan menuju akhirat, turun kepadanya
malaikat-malaikat langit yang hitam wajahnya. Mereka membawa kain mori kasar,
lalu ia duduk di dekatnya sejarak mata memandang. Setelah itu datanglah
Malaikat Maut hingga ia duduk di dekat kepalanya. Ia berkata, “Hai jiwa yang
kotor, keluarlah menuju kemurkaan dan kemarahan dari Alloh.
” Maka ruhnya
tercerai berai dalam jasadnya lalu malaikat Maut mencabutnya seperti mencabut
besi panas dari dalam wol yang basah. Lalu Malaikat Maut mengambilnya, ia tidak
membiarkan nyawa itu ada di tangannya sekejap mata pun hingga akhirrnya para
malaikat langit meletakkannya di dalam mori kasar tadi.
Dan keluarlah dari sana
aroma bangkai paling busuk yang pernah ada di muka bumi. Lalu para malaikat itu
membawanya naik, tidaklah mereka melewati sekumpulan malaikat melainkan mereka
berkata, “Aroma busuk apakah ini?
”Mereka menjawab, “Ini adalah Fulan bin
Fulan,” sembari menyebut nama terburuknya yang pernah dipanggil semasa di
dunia, hingga akhirnya mereka tiba di langit dunia dan dimintakan izin untuk
membuka pintunya namun tidak dibukakan untuknya. Setelah itu Rosululloh membaca
ayat:
“…sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan
tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum…” (Al-A‘rôf
[8]: 40) Lalu Alloh berfirman, “Tulisan buku catatan amalnya pada
Sijjîn pada bumi yang terbawah.Maka nyawanya pun dilempar sekali lempar. Setelah
itu Rosululloh membaca ayat: “….
Barangsiapa mempersekutukan sesuatu
dengan Allah, Maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh
burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (Al-Hajj
[22]: 31). Kemudian rohnya dikembalikan ke jasadnya, dan datanglah dua
malaikat lalu mereka mendudukkannya.Mereka berkata, “Siapa tuhanmu?”Ia
menjawab, “Haa…haa…aku tidak tahu.” Mereka bertanya lagi, “Apa agamamu?”
Ia
menjawab, “Haa…haa…aku tidak tahu.” Mereka bertanya lagi, “Siapa lelaki ini
yang diutus epada kalian?”Ia tidak diberitahu siapa namanya, maka dikatakan
kepadanya, “Muhammad?”
Iamenjawab, “Haah…haah…aku tidak tahu.” Maka penyeru
dari langit berseru, “Hambaku telah berdusta, bentangkanlah hamparan dari
neraka untuknya, bukakan pintu neraka untuknya.
”Maka datanglah hawa dan angin
panas darinya dan kuburnya disempitkan hingga sendi-sendi tulangnya tercerai
berai.Kemudian datanglah seorang lelaki yang berbaju jelek dan busuk
baunya.Lelaki itu berkata, “Terimalah kabar yang membuatmu sedih, ini lah hari
yang dulu dijanjikan kepadamu.”Ia berkata,
“Siapa kamu? Wajahmu adalah wajah
yang membawa keburukan.”Lelaki itu berkata, “Aku adalah amalan burukmu.” Maka
ia berkata, “Robb, jangan tegakkan hari kiamat.”
Wega keluar melangkahkan kaki pada tempat Pak Firdaus kerja
sekaligus membangun kesadaran jiwanya. Mendadak pada saat itu Wega tertegun
melihat tempat beliau yang begitu ramai di kerumuni orang. Jalan-jalan menjadi
macet, setiap mata yang melintas mengarahkan inderanya ke tempat yang akan Wega
tuju.
Tidak lagi melangkah, ia mengayunkan kakinya untuk berlari dan
masuk ke sela-sela kerumunan manusia. Ketika berada di cepitan-cepitan
kerumunan Wega menangkap hingar binggar suara di sekelilingnya.
“Meninggal, dia sudah meninggal, terjepit pipa”. Ternyata bapak Firdaus telah wafat dan akan
meninggalkan dunia untuk selama-lamanya. “Subhanallah, bau galiannya harum”
Wega pun tak menghiraukan apa yang dikatakan mereka sampai Wega
melihat apa yang terjadi di hadapannya. Sesosok tubuh yang terkulai lemah di
angkat dari dalam galian, bibirnya merekah dan tersenyum bahagia.Baunya
semerbak memenuhi udara dan menyejukkan dada.Senyum itu adalah milik Pak
Firdaus, “inalillahi wainnalillahi rajiun”, Wega mengucapkannya dengan buliran
air mata yang membasahi bibirnya.
Kertas yang ada di tangan Wega terjatuh hingga
angin menyahutnya dan melambungkannya. Sebelum isi kertas itu sampai ke
pemahaman beliau, ternyata jasad beliau justru mengabarkan apa yang telah
tertera dalam rangkaian hadist Rasulullah Saw.
***
Goresan peristiwa kala itu benar-benar mengendap dalam ukiran
hatinya.Kini setiap detik waktu melintasi angka demi angka, Wega senantiasa
menerawang setiap aktivitasnya dengan akhir kehidupan.Ia telah mengalirkan
pemahaman dzikrul maut dalam setiap nadi aktivitasnya. Ia menyederhanakan untuk
mengingat mati tanpa menggali lubang seperti gurunya yang telah mendahului.
Ia
cukup mengamati keringat asin tubuhnya adalah pengingat kematian dari bagian
metabolismenya. Ia cukup memahami seberapa harum apa yang ia hirup sejenak
pasti berevolusi menjadi simbol kematian yakni CO2 atau juga knalpot kita.
Simbol kematian juga ia hirup kala segala kelezatan makanan bermetafora dalam
feses kuning, hitam dan hijau yang tentunya menjijikan.
Dalam segala kesegaran
minuman juga ia pahami akan ikon kematian yang setelah melewati satu meter
rongga tubuhnya berubah menjadi urine yang pasti ia ikhlaskan untuk dibuang.
Tak berhenti begitu saja, Wega juga tampak mengenali kematian pada setiap kuku
dan juga rambut yang panjang lalu menjadi bangkai ringan setelah tumbang oleh
benda-benda tajam.
Metamorphosis Wega melesat cepat, secepat bumi mengarungi
orbitnya.Kemalasannya seolah telah membeku dan nyala imanya semakin
mengelorakan gemuruh dakwahnya. Hingga pada bulan yang mulia telah tiba ia
laiknya melangkah di atas sajadah takwa.
***
Kematian adalah sesuatu yang absurd untuk dieksplorasi mengingat
takkan mungkin ada manusia yang bisa menceritakan pengalaman ini.Yang ada
hanyalah rekaan dan bayangan subjektif personil. Imajilah yang mencoba bermain
melalui perenungan ataupun konteks norma dan agama yang memberi sedikit
banyak gambaran.
Selang beberapa bulan setelah bapak Firdaus meninggal.Menjelang
kematiannya,Wega yang saat itu baru saja selesai melaksanakan sholat sunat, dan
membacakan lantunan ayat suci al-quran,
Wega pun tertidur.
Namun ada yang aneh dalam mimpinya saat itu, dalam
tidurnya Wega bermimpi bertemu dengan bapak Firdaus yang mengenakan pakaian berbalut
serba putih, dia menghampirinyaWega dan memberikan senyuman kepadanya lalu mengajaknya
pergi ke suatu tempat yang penuh dengan keindahan, dan mimpi itu berlangsung
selama tiga hari – hari berturut - tutrut.
Kematian memang sesuatuyang tak dapat dihindarkan dan tak pernah
kita ketahui kapan datangnya.Hal ini menyebabkan kita tanpa ada pilihan dan
harus rela menikmati kematian.
Mungkin itu adalah isyarat yang di diberikan
oleh Tuhan, Separuh bulan,
terdengar kabar kematian anak muda saat pulang sholat Tarawih. Ternyata Wega menghadap Rabb-nya. Dan tentu sejarah akan menunggu siapa yang
berikutnya mengetuk tanah.
.
Komentar
Posting Komentar