Biografi Almarhum KH. Buya Dadun Sanusi Pimpinan Pondok Pesantren Sunanulhuda

KH. Dadun Sanusi atau lebih akrab di sapa Buya dilahirkan di Cikaroya tanggal 12 Juni 1941 M/20 Dzumadil Awal 1360 H. Merupakan putra dari pasangan Mama KH. Uci Sanusi bin Sarbini dan Hj. Titi Atikah binti H Junaedi, sekaligus sebagai penerus kepemimpinan pondok pesantren Sunanulhuda.

Ia mempunyai 2 orang kaka perempuan yang dinikahi oleh almarhum ajengan Ilyas (pimpinan pondok pesantren At-Tafsiriyah Tipar- Sukabumi). Dan almarhum ajengan Suleman serta satu kakak laki-laki (meninggal pada usia 12 Tahun).

Sebagai calon penerus dari kepemimpinan pondok pesantren Sunanulhuda dan juga sebagai anak laki-laki satu-satunya, ia tidak sama sekali dimanja tidurnya pun di kobong pesantren, sama seperti santri-santri yang lain.

Ia  juga tidak pernah absen mengikuti pengajian setiap ba’da shalat fardu layaknya seorang santri. Setelah pengajian rutin tersebut ia dididik dan dibimbing secara langsung oleh ayahandanya yang bernotabane sebagai pendiri pondok pesantren Sunanuluda.

Ia belajar tentang pembelajaran 15 cabang ilmu agama yang meliputi bidang ilmu: Al-Qur’an, Tafsir, Hadist, Tuhid, Fiqih, Usul-Fiqih, Faraidh, Akhlaq, Nahwu-shorof, Balaghoh, Mantiq, Aurod, Falak dan Tasawuf, juga mulai dari mulai kitab-kitab salafi dan modern. Sehingga beliau dapat dikatakan “Dzul Barokin” (orang yang mempunyai keberkahan sekaligus) mendapat keberkahan dari guru dan orang tua, karena guru utamanya adalah Ayahandanya sendiri.

Maka tak heran sejak usia 9 tahun ia telah menjadi Qori saat mendampingi ayahandanya ketika berdakwah. Dan ketika berumur 15 tahun ia mulai berdakwah kedaerah-daerah di sekitar Sukabumi, Bogor dan Cianjur. Dan diusianya yang ke17 ia telah mampu mengajar materi-materi pengajian yang dipelajari di pondok pesantren Sunanlhuda. Sedangkan diusianya yang ke 19 ia telah  mampu mandiri serta telah mempunyai jama’ah pengajian sendiri (jama’ah yang terpisah dari ayahandanya).

Oleh karenanya, walaupun tergolong masih berusia belia, dikarenakan kecerdasan dan keluasan ilmu serta keindahan suara yang dimiliknya, ia selalu diajak pengajian  oleh Ajengan Mahfud (pimpinan pondok pesantren As-salafiyah Babakan Cisaat Sukabumi) dan disetiap pengajian khusus para Kiai-Kiai atau Ulama-Ulama besar Sukabumi, Bogor, serta Cianjur”.

Ia  mendapat kepercayaan besar untuk membacakan kitab yang akan dipelajari dihadapan para Kyai-Kyai atau para ‘Ulama-‘Ulama besar tersebut, dan ia juga yang selalu membacakan  “Maulud Azab” disetiap perayaan Maulud Nabi Muhammad SAW.  Pimpinan Al-Imamul ‘Aarief billahi Al-Habib Syekh bin Salim Al’Athas dan (sampai sekarang Maulud Azab dan Ratib Al-‘Athas setiap malam jum’at rutin dibaca oleh santri Sunanuhuda secara berjama’ah di masjid).

Pada tahun 1963 Ayahandanya meninggal dunia (wafat),  maka pucuk kepemimpinan pondok pesantren Sunanulhuda digantikannya saat beliau berusia 22 tahun, dan sejak saat  itu pula ia belajar secara otodidak (belajar sendiri) mempelajari dan menela’ah kitab-kitab salafi maupun modern serta membaca buku-buku umum yang banyak kaitannya dengan profesinya.

Ia menyadari  bahwa beban dan kewajiban seorang Public Pigure sangat berat dan banyak menyita waktu, pikiran dan tenaga dalam menjalaninya, apalagi ayahandanya telah tiada.

Sebagai seorang pemuda yang telah tumbuh dewasa, ia teringat akan amanah ayahandanya, bahwa ia harus mencari pendamping untuk menemani hidupnya  dikala suka maupun duka serta yang akan memberikan keturunan yang akan dapat melanjutkan perjuangan dan cita-citanya kelak.

Maka saat menginjak usia 23 tahun beliau pun menemukan jantung hatinya, beliau menikahi seorang gadis yang bernama Euis Nurlaila yang waktu itu baru berusia 15 tahun. Dan dari Hasil pernikahan tersebut beliau dikaruniai 6 putera
1.    KH. E. Sholahuddin A. Sanusi,S.Ag ,
2.    KH. Fikri Ali Madjid Sanusi,
3.    M. Ali Bekti Sanusi, 
4.    Alvi Husaeni Sanusi,
5.    Rizki Fairuzzabadi Sanusi
6.    Ilham Ramdani 

Dan 7 orang puteri. (Enung Nurlaela Rahmah meninggal di usia ± 6 tahun dan Rika Hilmia meninggal di usia ± 4 tahun. )

1.    Dra. Aidah Nurhayati Sanusi   
2.    Enung Nurlaela Rahmah (Alm)   
3.    Yeni Ratna Yuningsih Sanusi,MA   
4.    Lia Nuraliah Sanusi,SS,MM   
5.    Lina Rahmawati Sanusi,S.Ag
6.    Rika Hilmia (Alm)
7.    Rini Nur Fatimah Sanusi.

Setelah beberapa lama memimpin pondok pesantren, ia telah memberikan banyak perubahan terhadap pesantren untuk menjadi lebih baik. Walaupun latar belakang pendidikanya hanya berbasis pesantren salafi saja,  tetapi pola berfikir beliau sangat modern.

Eksistensi pesantren Sunanulhuda sebagai sebuah lembaga pendidikan informal dapat diakui secara hukum oleh masyarakat maupun pemerintah. Dengan demikian Pondok Pesantren Sunanulhuda tidak hanya bergerak secara traditional (pesantren salafi) saja tetapi bergerak menuju ke arah yang lebih modern sesuai dinamika perkembangan zaman.

Karena peka terhadap fenomena perkembangan masyarakat, serta berkat dorongan  orang tua santriwan atau santriwati yang antusias menginginkan adanya suatu pendidikan formal mulai dari Raudhatul Athfal sampai dengan tingkat Perguruan Tinggi di lingkungan Pondok Pesantren Sunanulhuda.

Oleh karenanya, dalam rangka merealisasikan aspirasi masyarakat dan orang tua santriawan atau santrwati, serta dengan niat melebarkan sayap aktifitas dakwahnya, maka pada tahun 1997 "Yayasan Pesantren Sunanulhuda" diubah menjadi "Yayasan  Sunanulhuda" yang bergerak dibidang Pendidikan - Sosial – Dakwah.

Selanjutnya, dalam rangka merealisasi program kerja dalam bidang pendidikan formal, ia mengganti Madrasah Diniyah menjadi Madrasah Ibtidaiyah pada tahun 1980 dan mendirikan Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah pada tahun 1997, serta Raudhatul Athfal pada tahun 2001.

Dalam ranah pendidikan informal beliau lebih menekankan pada strategi pengembangan wilayah dakwah melalui program kaderisasi muballigh yang tersebar di berbagai daerah. Proses kaderisasi ini dilakukan melalui 3 tahapan kegiatan :

1.    Forum Kaderisasi Muballigh Cikaroya (FKMC), di mana santri dididik tentang teori dan metodologi dakwah secara detail. Kegiatan ini diadakannya setiap malam sabtu.

2.    Muhadhoroh, yang dilaksanakan sebagai kelanjutan dari pendidikan dakwah di FKMC, dimana santri mempraktekan pengetahuannya tentang tatacara bertabligh. Muhadhoroh ini terbagi 3 tingkat : Muhadhoroh Khossoh, Muhadhoro 'Aamah, dan Muhadhoroh Khiyar. Kegiatan ini dilaksanakan setiap malam Jum'at, Sabtu dan Minggu.

3.    Safari Dakwah, dimana santri mempraktekan pengetahuan berdakwahnya langsung ke masyarakat di berbagai daerah (dakwah karya nyata) seperti daerah sekitar Sukabumi, Cianjur, Bogor, tangerang dan daerah lainnya. Kegiatan ini dilaksanakan setiap 2 bulan sekali.

 Di usianya yang  sudah mulai senja, ia tetap selalu konsisten didalam melaksanakan tugasnya untuk mengajar dan berdakwah sampai akhir hayatnya, khususnya dalam  pengajian rutin yang selalu dilaksanakan pada malam Sabtu. Namun pada malam sabtu tanggal 6 februari ia menutup pengajian dengan kata titik bukan dengan kata bersambung, kata yang selalu ia ucapkan ketika menutup pengajian. 

Kata titik dalam bahasa arab walaupun kecil tapi besar manfaatnya untuk membedakan huruf pada suatu kalimat agar kita “terhindar dari kesalahan” dengan demikian makna yang tersirat-nya adalah ia memberitahukan kepada kita semua apabila ingin dapat “terhindar dari kesalahan” dalam membedakan mana perkara yang subhat apalagi yang halal dan haram serta mendapat kebahagian yang sempurna dalam menjalani kehidupan di dunia maupun di akhirat.

Ternyata kata yang ia ucapkan merupakan suatu pertanda bahwa ia akan menutup matanya, tepatnya di hari jum’at tanggal 13 februari 2004 M/ 22 Dzulhijjah 1426 H ia menghembuskan nafas terakhirnya.
Isyarat lain pun telah dirasakan oleh para santri, karena pada pagi Jumat itu langit mulai mendung, cuaca merundung dan ahli langitpun mulai bersenandung. Ternyata itu merupakan isyarat untuk menyambut kedatangan seorang yang agung.

Kabar kepergian Buya telah membuat para pecintanya berkabung sehingga di sekitar komplek Yayasan pondok pesantren Sunanulhuda, bagaikan lautan manusia karena dengan semakin bertambah dan banyaknya yang ingin berta’ziah dari berbagai lapisan social-budaya dan penjuru arah yang menyebabkan kemacetan yang luar biasa di sepanjang jalan raya Sukabumi–Jakarta.

Almarhum-Almagfirullah Buya KH. Dadun Sanusi telah dipanggil Illahi Rabbi pada usia 63 tahun tepat di hari kelahirannya, dikebumikan di Makam Keluarga yang berada di lingkungan komplek pesantren Sunanulhuda-Cikaroya, Cisaat-Sukabumi, Jawa-Barat.


FOTO KH. DADUN SANUSI

Komentar

  1. saya bukan siapa2 tapi saya sampaikan terimakasih sudah menulis artikel ini sehingga saya tau sedikit mengenai sunanulhuda. kedepan, ada baiknya tulisan ini diupdate, ditambah gambar2nya, diedit susunan putra-putri buya sehingga keliatan yg mana kakaknya, yg mana adiknya. baik juga ditambahkan peta lokasi biar semua tau dimana sunanulhuda berada. lebih baik lagi kalau ada ulasan mengenai yayasan sunanulhuda berikut para pengurusnya dan lembaga2 pendidikan yg ada didalamnya dan para pengurusnya. terusterang, rada susah nyari ulasan mengenai yayasan pendidikan islam dari sumbernya kalau tidak dibantu oleh pihak lain seperti alumni dan yang lainnya. sekali lagi, terimakasih atas ulasannya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  2. Artikel nya membantu banget buat mengenang beliau, dan mengetahui penerus penerus beliau

    BalasHapus
  3. Bagus....Mantap...Insya Allah bermanfaat...
    Saran sedikit..kata2 "ia" tolong diganti sama kata2 "Beliau".. Karna kurang enak bacanya..
    Takut masuk katagori
    نقيص التعظيم Kurang perhomatan...tapi yg jelas tulisan ini sangat berguna bagi yg tidak mengalami Beliau Buya...

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. terima kasih buat semuanya, amin mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua sebagai alumninya. @moehammad Moesev Asy-syaukni,Terima kasih Banyak buat sarannya. insya allah bermanfaat. Amin

    BalasHapus
  6. Alhamdulillah saya jadi tau silsilah dari guru saya,,,insya allah tetap istiqomah di jln ALLAH swt

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Jurnalistik Sastra (Bersepaian Tanah)

Resensi Film Tanda Tanya